Senin, 26 Desember 2011

Ship's Anchor

"Aku belajar dari pengalaman yang berat untuk menyadari bahwa aku tidak dapat selalu mengharapkan orang lain untuk menghargai perasaanku, pun jika seandainya aku menghargai perasaan mereka. Menjadi orang baik tidak menjamin bahwa orang lain juga akan menjadi baik. Aku hanya bisa mengontrol diri dan menentukan keinginanku sendiri. Terhadap orang lain, aku hanya dapat memilih: menerima atau meninggalkan mereka."(Colin Mortensen)




deepest purple, black, midnight blue. (3.07 am)
~~~

Jumat, 23 Desember 2011

03.27 am

Bad dreams.
Kebangun.
Nyalain laptop.
Terus bikin teh.
Terus tehnya kedupak.
Terus tumpah.
Terus kepencet sesuatu.
Terus Kaget.
Terus malah dipencet lagi karena kaget.
Oh, stupid.
Stupid, me!
(-.-)
Why do I have very active unconscious lives?[]


Senin, 19 Desember 2011

Oh, why am I so sleepy all the time?

A Beautiful Lie (Acoustic) - 30 Seconds To Mars
A Year Without Rain - Selena Gomez
Be My Wife - Tangga
Bermain Api (Demo Version) - Ussy Sulistiawati ft. Dewiq
Blues Kumaha Aing - Ary Juliyant
Can You Stop The Rain - Peabo Bryson
Coming Undone - Korn
Cruisin - Gwyneth Paltrow & Huey Lewis
Elephant Woman - Blonde Redhead
Empire State Of Mind - Jay-Z ft. Alicia Keys
Enchanted - Owl City
End Of Rainbow - Sandy Sandoro
Eternal - Anggun C. Sasmi
Fa La La - Justin Bieber ft. Boyz ii Men
Fallen - Foureen Wood
Falling In Love At A Coffee Shop - Landon Pigg
Freak - LFO 
Have Fun Go Mad - Blair
Hate That I Love You - Rihanna ft. Ne-Yo
How Can I Not Love You - Joy Enriquez
I Do - Colbie Caillat
I'll Light A Candle - Agnes Monica ft. Keith Martin
It Is You - Dana Glover
Just The Way You Are - Bruno Mars
Kedamaian - Tohpati ft. Terry
Ketulusan - Reza Artamevia
Kissing - Bliss
Know How - Kings Of Convenience
KPAM - Numata
Ku Cinta Kau Lebih Dari Kemarin - Abdul And The Coffee Theory














































Lagu Tentang Cinta - Bebi Romeo ft. Rita Effendy
Lemon Tree - Fools Garden
Love The Way You Lie - Eminem ft. Rihanna
Love You Like A Love Song - Selena Gomez
Lover, You Should've Come Over - Jeff Buckley
Milk Thistle - Conor Oberst
Moves Like Jagger - Maroon 5 ft. Christina Aguilera
My Baby You - Marc Anthony
My Love - The Wispy Hummers
Need You Now - Lady Antebellum
Paradise - Coldplay
Rapuh - Agnes Monica
Rien A Ecrire - Anggun C. Sasmi
Rindu - Agnes Monica
Saat Bahagia - Ungu ft. Andien
Sadness - Enigma
Sempat Melayani Hatimu - Titi DJ
Ser Poeta - Sara Tavares & Nuno Bettencourt
So Sick - Ne-Yo
Sous Une Pluie D'Etoiles - Cindy Daniel
Stereo Hearts - Gym Class Heroes ft. Adam Levine
Stupido Ritmo - Float
The One That Got Away - Katy Perry
The Same Song - Susheela Raman
Through The Trees - Low Shoulder
Tomorrow Never Dies - Sheryl Crow
Under The Mistletoe - Justin Bieber
When You Really Love A Woman - Bryan Adams
Wish You Were Here - Bliss

~~
(12.57 pm)

Minggu, 18 Desember 2011

Puranamatsya

Ada dua ekor kucing yang nggak pernah absen gw sapa setiap kali gw keluar kamar. Yang pertama, kucing laki berbadan preman yang setiap hari nongkrong di warung ayam bakar dan yang kedua, kucing cewe belang tiga yang juga nguncenin warung depan kosan. Sampe sekarang gw bahkan nggak tau siapa nama kucinglakiberbadanpreman itu tapi yang jelas ia adalah kesayangan para warga, yeah setidaknya kesayangan para pejalan kaki yang sering lewat di jalan itu. Kucinglakiberbadanpreman itu emang “unyu-unyu gahar”. Perpaduan menarik antara “nyeremin” and “ngegemesin”. Dengan kepalanya yang besar, dia sering tampak terkantuk-kantuk di pintu warung. Anehnya, dimanapun dia berada, nggak pernah sekalipun gw ngeliat ada orang yang ngusir-ngusir dia, even pemilik warung itu sendiri. Dia bener-bener udah kaya “ucing gugupay” yang menarik para pelanggan untuk datang. Dan entah bagaimana, orang-orang pun seolah refleks gitu aja ngusap-ngusap kepala dia setiap kali mereka lewat sana. Gw sendiri bahkan pernah “bersirobok” tangan dengan seorang mahasiswa yang kebetulan juga pengen ngelus itu kucing. Alhasil, kita jadi malah “ngoprek” kucinglakiberbadanpreman itu bareng-bareng. Wkwkwkwk…


















Well, semestinya di sini gw nggak ngomongin dia, tapi ngomongin kucing yang satunya lagi, kucing cewe belang tiga yang gw beri nama Matsya. Sama seperti kucinglakiberbadanpreman, Matsya juga sering kepergok nangkring di warung depan kosan. Jarak antara kosan gw dengan warung tempat nangkring Matsya sekitar 100 m. Perkenalan gw dengan Matsya pun sebenarnya cukup singkat, hanya dua kali bertemu dan entah bagaimana pada suatu sore sepulangnya gw ke kosan, tiba-tiba dia udah nangkring aja di dalam kamar. Mungkin dia masuk lewat jendela kamar gw yang sedikit kebuka. Sore itu kebetulan hujan sedang mengguyur Bandung dengan lebatnya. Kebayang kan gimana girangnya gw yang tiba-tiba nemuin kucing? Langsung deh gw todong dia buat masuk ke dalem selimut. Ghahahaha…

Kehadiran Matsya di hari-hari gw kini bener-bener ngobatin rasa rindu gw terhadap Kimmy yang nggak kerasa udah lima bulan lebih gw tinggalin. Gw kangen sama ekspresi mukanya yang dongo. Mata belonya. Empat sepatu putih yang “nempel” secara permanen di kakinya. “Dasi tuxedo” di antara leher dan dadanya. Dia yang selalu berlari dari kejauhan atau segera turun dari atas pohon mangga begitu ngedenger suara motor gw. Dia yang nganterin gw ke warung sampe balik lagi ke rumah. Dia yang pasrah gw gulaling-gulaling tanpa perlawanan sedikitpun. Dia yang nemenin malam-malam panjang gw. Dia yang suka merebahkan diri seenaknya di perut gw. Dia yang sering ketiduran di depan muka gw. Halaaaaahhh… (T_T)


















Oke, kembali ke Matsya. Sejak kehadiran dia yang tiba-tiba sore itu, besoknya dia selalu datang lagi, datang lagi, dan datang lagi hanya untuk sekedar nyocengin makanan gw atau numpang tidur di kasur gw, bahkan ada kalanya pake acara nginep segala. Bagi anak-anak kosan yang lain, kehadiran Matsya nggak berarti apa-apa secara mereka cuman sibuk sama kuliah dan kerjaan. Beberapa dari mereka cuman basa-basi nyapa, “Ih, ada kucing! Bantu nangkepin tikus ya.” Udah gitu doang, sementara gw begitu kegirangan (-.-) Bagi gw, dia ada bukan untuk sekedar nangkepin tikus. Bukan pula untuk sekedar nemenin ritual kontemplasi soliter gw yang ekstrim atau jadi partner daydreaming gw di dalem selimut. Bukan, bukan itu. Ada yang lebih dari itu… 

yang kalian nggak pernah tau… 

---
Bandung - Bekasi (6.07 am)

Minggu, 06 November 2011

3talase.

Angin apa yang membawa kita sampai sejauh ini? Jalanan begitu panjang dan sunyi. Kaca-kaca membeku, menjajakan dirinya dalam bisu. O lihatlah; di sana pohon berbunga, tangan perupa, kucing besar, dan bulan berpagar. Tapi aku mulai menggigil kedinginan dihantam musim. Kau tau, tanpa kaus kaki dan sepatu. Maka jika suatu saat nanti mereka bertanya, jawablah. Sepanjang itu kita telah belajar membakar luka sendiri, memapah tubuh yang terjatuh, dan membenci satu sama lain. Bukankah aku semak yang kau pilih untuk kau injak agar bunga dapat tumbuh lebih tinggi? Akulah kata yang kau kubur dalam monolog abadi. Dan jika mereka terus bertanya, maka sampaikanlah. Sepanjang itu pula ada yang tergerus hilang dalam kepingan enigma. Sepanjang kita terus bertopeng dan berpantomim; kita mengancam satu sama lain. Lantas bagaimana jika aku tak lagi mampu mempertahankan bayangan yang baik di kepala ini? Sesuatu paling platonik yang mungkin pernah kau temui. Aku telah begitu asyik menjilati borok sendiri dan menikmati rasa sakit yang aneh. Tapi tenanglah, kita akan segera sampai di batas waktu untuk menutup pintu terbuka itu. Kita hanya harus,

berjalan terus. 

*segelas teh panas, obat flu, dan "Semua Yang Terlambat" - Marcell. (4.57 pm)

Rabu, 12 Oktober 2011

Comatose

Sebagian dari jiwaku tak berhenti menangis, sebagian lagi terus tertawa terbahak.
Sebagian dari diriku ingin berkhianat dari kehidupan, sebagian lagi harus tetap bertahan.
Meski seisi dunia ini tak menginginkanku untuk tinggal, Tuhan tak memanggilku lebih awal.










































                                                                                          "I hate my self, and I want to die."  (2.47 am)
                                                                                                                               

Sabtu, 10 September 2011

Lapar yang?

Padahal masih baaaaanyak hal-hal yang bisa ditulis selain ini. Tapi saya sedang tak ingin menulis yang lain. Jadi, hmm… apa kabar? Lebaran memang sudah berlalu dan tahun ini adalah kali kedua saya berlebaran sendiri tanpa keluarga. Kali pertama 2009 lalu saat saya tengah sibuk menyusun skripsi, dan mengingat tenggat waktu saat itu, rasanya mustahil untuk pulang. Sekarang? Sekarang mmm… Tidak ada alasan sama sekali sesungguhnya. Hanya saja memang tak ada kesempatan untuk dapat berkumpul bersama keluarga karena saya sudah di Bandung. Itu saja. Tak ada yang aneh bukan? Tapi, well yeah… Bagi Indonesia berlebaran sendiri tetap saja anomali (-_-“!)

Nah, karena tidak mengikuti yang “banyak”, maka sudah barang tentu ada konsekuensi-konsekuensi yang harus saya tanggung sendiri. Dan saya paham betul itu, sebab pernah mengalami. Maka sehari atau dua hari menjelang lebaran, biasanya saya akan berbelanja makanan dan minuman di supermarket, membeli voucher-voucher  pulsa (termasuk pulsa internet), dan menyewa sebanyak mungkin buku dan film sebagai persiapan di dalam “bunker” (oh, menyenangkan sekali menyebutnya “bunker”!) dan jreeeeeng… Jika semua itu telah terpenuhi, saya siap “melewati” lebaran dengan tenang seakan-akan ia memang sebuah batu sandungan (:p)

Tapi lebaran tahun ini memang berbeda dan tidak sesederhana kelihatannya karena saya (tengah) miskin. Salah dua yang cukup menghibur saya adalah akses internet yang lancar jaya suprana dan stock DVD siap tonton sebanyak 18 keping yang membuat saya merasa harus menggeser kata “miskin” menjadi “nggak miskin-miskin amat”. Tapi celakanya di hari-hari menjelang lebaran itu dalam saku jeans saya memang hanya tersisa selembar uang merah. Bukan, bukan merah benderang yang saya maksud, tetapi merah yang lebih sayu alias erpe sepuluh ribu yang kemudian segera menyusut menjadi seribu. tiga ratus. rupiah. dan menyusut lagi menjadi tiga ratus. rupiah. D%mn (//\\"!)

Alhasil dalam beberapa hari itu saya harus bertahan dengan roti sandwich yang diisi belahan wafer Tanggo dan meminum air yang dimasak lewat rice cooker (Ow my goat, that was fun!) Ditambah lagi di tengah masa-masa paceklik itu, tidak diketahui dari mana datangnya, tiba-tiba saya sudah “harus” berteman dengan seekor tikus kecil berwarna hitam sebesar jari telunjuk yang kemudian saya beri nama Picky Picky. Yeah, sama halnya seperti saya, Picky Picky juga tengah kelaparan jadi saya tidak sampai hati untuk mengusirnya karena ingat salah satu sticker  yang sering nempel  di pintu angkot: “sama-sama cari makan”.

Nah, di hari yang fitri itu, karena ceritanya saya ingin sekali makan ketupat dan opor ayam, akhirnya saya “mengencani” teman sekaligus tetangga saya, Oti. Pagi-pagi sekali saya sudah mandi, berbaju rapi, dan pergi menunaikan sholat Ied bersamanya. Pulangnya, seperti perkiraan saya, saya diajak serta ke rumahnya lalu disediakan ketupat dan opor ayam oleh ibunya, plus brownies, plus sebutir apel merah yang sudah saya idam-idamkan sejak beberapa hari yang lalu. Setelah itu saya ikut Oti dan ibunya bersilaturahmi keliling gang. Demi Tuhan, hari itu saya benar-benar bahagia (hanya) karena bisa makan enak. Dan keesokan harinya, seolah paham dengan “penderitaan” saya, Oti pun datang lagi ke kamar saya dengan membawa semangkuk zupa-zupa, chicken soup, dan rujak serut bengkuang yang segar sekali. Ah, terimakasih Oti. Kamu tidak tahu betapa besar nilai itu semua di mata Tuhan (^.^)

H+3 dari lebaran saya pun keluar “kandang” dan alangkah kagetnya (saya?) ketika mendapati jalanan Bandung begitu rapat dengan mobil-mobil berplat B hingga perjalanan Dago-Setiabudhi yang biasanya dapat ditempuh selama belasan menit, kini menjadi dua jam bahkan dua setengah jam lebih. Mobil-mobil itu keluar masuk dari satu FO ke FO lainnya. Entah apa (lagi) yang mereka cari seakan-akan session  belanja Ramadhan untuk berburu baju lebaran itu tak juga cukup. Meski sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka, entah kenapa malam itu, di tengah kemacetan kota Bandung hati saya merasa sedih dan bertanya, “Kapan hari-hari akan kembali normal, Tuhan?”

---

Sebenarnya saya sudah cukup sering mengalami masa-masa paceklik sejenis ini namun entah mengapa di usia-usia “perempatan” ini hal tersebut membuat saya lebih banyak berpikir. Barangkali memang ada yang benar-benar harus saya benahi dari sikap saya yang cenderung agak kasual terhadap keuangan. Mungkin memang sudah saatnya pula saya diinsyafkan realita. Bahwa pertanyaan, “Akankah besok saya dapat makan?” memang benar-benar harus dijawab secara real pula. Inilah, inilah yang dinamakan basic needs atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang konyolnya baru mendapatkan perhatian saya secara serius belakangan ini saja. Dan dalam rangka memenuhi itu semua, mengapa Tuhan, saya masih saja KURANG termotivasi untuk menghasilkan banyak uang? Bahwa saya cenderung selalu merasa puas dengan kehidupan yang ada padahal jiwa dan raga saya semestinya masih dapat dikerahkan lagi untuk bekerja keras mencapai sesuatu yang jauh lebih baik dari itu. Dan ketika saya sudah cukup “berkomitmen” tentang ini, entah mengapa beberapa waktu kemudian koordinatnya tiba-tiba saja berubah, tergantikan oleh kualitas-kualitas hidup yang (lagi-lagi) saya pikir jauh lebih penting dari (hanya sekedar) uang.

 “I do agree that money can't buy happiness, But somehow, it's more comfortable to sit & cry in a BMW than on a bicycle.”

Tetapi Tuhan menyukai keseimbangan. Ada yang berlimpah bagi jiwa namun ternyata kurang adil bagi raga dan di sana saya akan tetap berdosa karena tidak memenuhi hak tubuh dan mendzalimi diri sendiri. Kondisi ini seharusnya dapat membuat saya lebih arif lagi untuk memilih, memilah, dan juga menyimpan. Mungkin saya harus mulai membiasakan menimbang, apakah Rp.50.000 itu akan saya habiskan di KFC atau di Alfamart dengan membeli sejumlah sembako bergizi yang tahan untuk beberapa hari. Yeah, konversi nilai uang terhadap segala sesuatu memang relatif, tetapi jika relativitas itu begitu leluasa, semestinya kita juga dapat memilih untuk berada di titik yang mana. Hatur nuhun Gusti, lapar kali ini lapar yang… mengajarkan.



"Ketika badanmu diberi makan, ruhmu mengharap bagian
Ketika telingamu menyimak cerita, ruhmu minta dongengan pula
Ketika hidungmu mencium harum, ruhmu pun meminta parfum

Ketika badanmu kenyang, ruhmu merasa kelaparan
Ketika badan sabar berpuasa, ruhmu menikmati kelezatan
Ketika syahwat badan dipuaskan, ruhmu merasa diabaikan

Badan adalah raga bagi ruh, sebuah ruang yang bakal rapuh
Badan adalah rumah singgah, yang bakal busuk dalam tanah
Ketika badan membusuk, kemana ruh diterbangkan?"

Bandung, 10 September 2011

(4.07 am)

Rabu, 17 Agustus 2011

MERDEKA

C H A I R I L  A N W A R

(14 Juli 1943)


Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida

Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah-kumamah

Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang

Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.

---

66 tahun, Indonesia. Kau bukan lagi remaja :D

Bandung, 17 Agustus 2011

(5.37 am)